Minggu, 05 Desember 2010

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
(EYD)


A. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambangan bunyi bahasa, pemisahan, dan penggabungannya dalam suatu bahasa. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata, sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan, ejaan mengatur keseluruhan cara menulis bahasa (kata atau kalimat) dengan menggunakan huruf , kata, dan tanda baca sebagai sarananya.

B. Sejarah Ejaan (ejaan van Ophuijsen, Soewandi, Melindo dan EYD)
1. Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
a.Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
b.Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
c.Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a.Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
b.Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c.Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d.Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.
1. Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi
Ejaan yang Disempurnakan
dj
djalan, djauh
j
jalan, jauh
j
pajung, laju
y
payung, layu
nj
njonja, bunji
ny
nyonya, bunyi
sj
isjarat, masjarakat
sy
isyarat, masyarakat
tj
tjukup, tjutji
c
cukup, cuci
ch
tarich, achir
kh
tarikh, akhir

2. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
f
maaf, fakir
v
valuta, universitas
z
zeni, lezat

3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a : b = p : q
Sinar-X
4. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan)
di (kata depan)
ditulis
di kampus
dibakar
di rumah
dilempar
di jalan
dipikirkan
di sini
ketua
ke kampus
kekasih
ke luar negeri
kehendak
ke atas

5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat
C. Pemakaian Huruf
1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama
A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v fe
E e e N n en W w we
F f ef O o o X x eks
G g ge P p pe Y y ye
H h ha Q q ki Z z zet
I i i R r er

2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.

3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
b bahasa sebut adab
c cakap kaca –
d dua ada abad
f fakir kafir maaf
g guna tiga balig
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa sesak
– rakyat* bapak*
l lekas alas kesal
m maka kami diam
n nama anak daun
p pasang apa siap
q** Quran Furqan –
r raih bara putar
s sampai asli lemas
t tali mata rapat
v varia lava –
w wanita hawa –
x** xenon – –
y yakin payung –
z zeni lazim juz

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi – boikot amboi

5. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan
Huruf
Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut –
sy syarat isyarat arasy

6. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:

au-la bukan a-u-la
sau-da-ra bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i

b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir

c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk

d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal.
(Lihat keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi

3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan

(1) di antara unsur-unsur itu atau
(2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:

bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen

Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.

D. Penulisan huruf
1. Huruf Besar atau Huruf Kapital
1.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat.
Misalnya: Ada gula, ada semut.
Apa maksudmu?
Kita harus bekerja keras.
Selamat pagi.
2.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya: Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
3.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata gantinya.
Misalnya: Allah
Yang Mahakuasa
Yang Maha Pengasih
Quran
Alkitab
Weda
Islam
Kristen
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Agus Salim
Imam Syafii
Mahaputra Yamin
Nabi Ibrahim
Sultan Hasanuddin
Tetapi perhatikan penulisan berikut.
Hasanuddin, sultan Makasar, digelari juga Ayam ]antan dari Timur.
5. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang.
Misalnya: Gubernur Ali Sadikin
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Menteri Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Tetapi perhatikanlah penulisan berikut.
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Brigadir Jenderal Ahmad baru dilantik jadi mayor jenderal.
6. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah
Dewi Sartika
Halim Perdanakusumah
Wage Rudolf Supratman
Hanna Fransisca
Dewi Kwan Im
7. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya:bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
bahasa Cina
Tetapi perhatikanlah penulisan berikut.
mengindonesiakan kata-kata asing
keinggris-inggrisan
8.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya: tahun Hijrah
tarikh Masehi
bulan Agustus
bulan Maulud
hari Jumat
hari Galungan
hari Lebaran
hari Natal
Perang Candu
Proklamasi Kemerdekaan
Tetapi perhatikan penulisan berikut.
memproklamasikan kemerdekaan
9.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Misalnya: Asia Tenggara
Banyuwangi
Bukit Barisan
Cirebon
Danau Toba
Gunung Semeru
Jalan Diponegoro
Jazirah Arab
Kali Brantas
Selat Lombok
Tanjung Harapan
Teluk Benggala
Terusan Suez
Danau Rawa Kambing
Tetapi perhatikan penulisan berikut.
berlayar ke teluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah barat
10.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dewan Perwakilan Rakyat Kerajaan Iran
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tetapi perhatikanlah penulisan berikut.
menurut undang-undang dasar kita pemerintah republik itu
11.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti: di, ke, dari, untuk, dan yang, yang tidak pada posisi awal.
Misalnya: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Pelajaran Ekonomi untuk Sekolah Lanjutan Atas
Salah Asuhan
12.Huruf besar atau huruf kapital dipakai dalam singkatan nama, gelar, dan sapaan.
Misalnya: Dr. Doktor
Ir Insinvur
M.A. Master of Arts
Ny. Nyonya
Prof.Profesor
Sdr.Saudara
S.E.Sarjana Ekonomi
S.H. Sarjana Hukum
S.S. Sarjana Sastra
Tn. Tuan
Catatan:
Singkatan di atas selalu diikuti oleh tanda titik. Perhatikan selanjutnya Bab V, Pasal A, Ayat 3.
13.Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Misalnya: Kapan Bapak berangkat?
Itu apa, Bu?
Surat Saudara sudah sava terima.
Besok Paman akan datang.
Silakan duduk, Dik!
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Tuan Hasan.
Catatan:

Huruf besar atau huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Semua camat dalam kabupaten itu hadir.
2. Huruf Miring
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk:
1.Menuliskan nama buku, majalah, clan surat kabar yang dikutip dalam karangan.

Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan
Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya: Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf besar.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
Huruf pertama kata abad ialah a.
3. Menuliskan kata nama-nama ilmiah, atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya: Apakah tidak sebaiknya kita menggunakan kata "penataran" untuk kata up-grading?
Buah manggis nama ilmiahnya ialah Garcinia mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi "pandangan dunia".
Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
E. Penulisan Unsur Serapan
Unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan long march. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia dan diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek.
Pedoman EYD mengatur kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur-unsur serapan. Beberapa kaidah yang berlaku misalnya c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k (cubic menjadi kubik, construction menjadi konstruksi), q menjadi k (aquarium menjadi akuarium, frequency menjadi frekuensi), f tetap f (fanatic menjadi fanatik, factor menjadi faktor), ph menjadi f (phase menjadi fase, physiology menjadi fisiologi).
Akhiran-akhiran asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Misalnya akhiran -age menjadi -ase, -ist menjadi -is, -ive menjadi -if.
Akan tetapi, dengan berbagai kaidah unsur serapan tersebut, kesalahan penyerapan masih sering kali dilakukan oleh para pemakai bahasa. Pujiono menemukan kata sportifitas lebih banyak muncul di Google dibandingkan kata sportivitas, demikian pula dengan kata aktifitas dibandingkan dengan kata aktivitas.
Satu hal lagi, bahasa Indonesia memang termasuk luwes dalam menerima dan menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain. Namun keluwesan ini hendaknya tidak membuat kita serampangan dalam membentuk istilah baru dan mengabaikan khazanah bahasa kita.
F. Pemakaian tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
1.Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2.Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a.III. Departemen Dalam Negeri
A.Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B.Direktorat Jenderal Agraria
1. ...
b.1. Patokan Umum
1.1Isi Karangan
1.2Ilustrasi
1.2.1Gambar Tangan
1.2.2Tabel
1.2.3Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3.Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4.Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
6.Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
7.Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
8.Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD ‘45)
Salah Asuhan
9.Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
2. Tanda Koma (,)
1.Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
2.Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat serata berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4.Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5.Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
6.Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
7.Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat.
Misalnya:
Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena kamu lulus.”
8.Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
(i)Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor.
(ii)Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
(iii)Surabaya, 10 Mei 1960
(iv)Kuala Lumpur, Malaysia.
9.Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sultan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
10.Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11.Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke Manado.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
12.Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp 12,50
13.Tanda koma dapat dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Edyar, Agus mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
Agus mengucapkan terima kasih atas bantuan Edyar.
14.Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“ Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
3. Tanda Titik Koma (;)
1.Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2.Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional.
4. Tanda Titik Dua (:)
1.Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Moch. Achyar
Sekretaris : Tati Suryati
Bendahara : Noviana Pertiwi
2.Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara surah dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
(v)Tempo, I (34), 1971:7
(vi)Surah Yasin:9
(vii)Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
(viii)Marzuki dan Rudy W. 2006. Pembuatan Aneka Kerupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
3.Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ayah : “Karyo, sini kamu!”
Karyo : (datang menghampiri) “Ada apa, Pak?”
Ayah : “Tolong ambilkan sepatu hitam yang di atas lemari!”
4.Titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Pak Adi mempunyai tiga orang anak: Ardi, Aldi, dan Asdi.
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
5. Tanda Hubung (-)
1.Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:





2.Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan, mondar-mandir, sayur-mayur
3.Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
17-08-1945
4.Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau sebelumnya yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka, angka dengan kata/huruf.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X, peringkat ke-2, S-1, tahun 50-an
5.Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an

6. Tanda Pisah
1.Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu––saya yakin akan tercapai––diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2.Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini––evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom––telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3.Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau kata dengan arti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
Misalnya:
2004––2009
tanggal 1––10 Mei 2007
Jakarta––Bandung
7. Tanda Elipsis (...)
1.Tanda elipsis dipakai dalam kalimat atau dialog yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ... ya, ayo kita berangkat.
2.Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
... selanjutnya akan di bawa ke pengadilan.
Ibu baru pulang ... pasar.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, maka perlu dipakai empat buah titik; tiga titik untuk menandai penghilangan teks dan satu titik untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Ibu baru pulang dari....

8. Tanda Tanya
1.Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2.Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

9. Tanda Seru (!)
1.Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah.
Misalnya:
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Jangan berisik!
2.Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Indah sekali pemandangan alam ini!
Merdeka!

10. Tanda Kurung ((...))
1.Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar Program Kerja) dalam sidang pleno tersebut.
2.Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan per-ekonomian Indonesia lima tahun terakhir.
3.Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
4.Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Sahrul Gunawan berasal dari (kota) Bogor.

11. Tanda Kurung Siku ([...])
1.Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik.
2.Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35––38]) perlu dibentangkan di sini.

12. Tanda Petik (“...”)
1.Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2.Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam harian Tempo.
3.Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Saat ini ia sedang tidak mempunyai pacar yang di kalangan remaja dikenal dengan “jomblo”.
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.


13. Tanda Petik Tunggal (‘...’)
1.Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Feed-back berarti ‘balikan’.

14. Tanda Garis Miring (/)
1.Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 12/PK/2005
Jalan Kramat III/10
Masa Bakti 2005/2006
Tahun Ajaran 2006/2007
2.Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
Laki-laki/Perempuan
120 km/jam
15. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Gunung pun ‘kan kudaki. (‘kan = akan)
17 Agustus ’45 (’45 = 1945)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar